Pemandangan Gunung Fuji dan Pohon Maple Daun Merah

Pemandangan Gunung Fuji dan Pohon Maple Daun Merah

Sunday, March 29, 2015

Mengenal Macam-macam Tipe Ramen, Mie Khas Dari Jepang

berbagai macam ramen


Ramen dari berbagai daerah di Jepang

Hokkaido

  • Kushiro ramen (Kushiro)
Rasa kuah tidak begitu tajam, mi kecil dan halus-halus.
  • Kitami ramen (Kitami)
Kuah rasa kecap asin yang mengandung kaldu bawang bombay.
  • Asahikawa ramen (Asahikawa)
Mi berbentuk keriting.
  • Sapporo ramen (Sapporo)
Salah satu dari 3 jenis ramen yang populer di Jepang. Kuah adalah rasa miso.
  • Hakodate ramen (Hakodate)
Kuah rasa shio khas Hakodate. Sejumlah penjual ramen di kota Hakodate memakai bubuk keju sebagai penyedap.

Daerah Aomori

  • Tsugaru ramen (Hirosaki)
Kuah rasa kecap asin dari kaldu ikan (niboshi) dan tulang ayam.
  • Sendai ramen (Sendai)
Kuah memakai miso khas kota Sendai.
  • Sakata ramen (Sakata)
Kuah rasa kecap asin dengan mi buatan tangan.
  • Yonezawa ramen (kota Yanezawa)
Kuah rasa kecap asin.
  • Shirakawa ramen (Shirakawa)
Kuah dengan rasa kecap asin yang lebih kuat dibandingkan kitakata ramen atau yonezawa ramen. Sebagian besar penjual mi menggunakan mi buatan tangan.
  • Kitakata ramen (Kitakata)
Salah satu dari 3 jenis ramen yang disukai orang Jepang. Kuah dibuat dengan air dari bawah tanah.

Daerah Kanto

  • Tokyo ramen (Tokyo)
Bahan dasar kuah tokyo ramen adalah kaldu katsuobushi ditambah saus kecap asin yang menjadi resep rahasia masing-masing penjual ramen. Di atas mi ditambahkan chasiu, bayam, telur rebus, menma, dan irisan daun bawang. Masakan mi yang sejenis seperti ogikubo ramen dan ebisu ramen masih tergolong ke dalam tokyo ramen.
  • Sanmamen(生馬麺)(Yokohama)
Mi rebus berkuah ala Cina ditambah tumis sayuran dan tauge di atasnya. Jenis mi seperti ini mulai dikenal seusai Perang Dunia II. Kuah bisa berupa rasa shio atau rasa shoyu. Lauk berupa chasiu, daun bawang, sayur bayam, dan beberapa lembar nori.
  • Abura soba (kota Musashino)
Ciri khas mi ini adalah kuah yang berminyak-minyak.
  • Tonkotsu shoyu ramen (Tokyo)
Kuah kental rasa tonkotsu (tulang babi) dan rasa kecap asin yang banyak dijual penjual mi di Tokyo.
  • Hachioji ramen (Hachioji)
Ramen dengan kuah kecap asin yang agak kental.
  • Takeoka Ramen (Futtsu, Chiba)
Kuah rasa kecap asin dengan irisan bawang bombay.
  • Sano ramen (Sano)
Kuah rasa kecap asin dari kaldu tulang ayam dengan banyak tambahan bumbu.
  • Fujioka ramen (Fujioka)
Mie buatan tangan dengan kuah berbumbu tajam rasa kecap asin dari kaldu tulang ayam.
  • Stamina ramen (Mito dan beberapa tempat lain)
Mie kuah rasa kecap asin dengan tambahan tumis sayuran.
  • Stamina ramen Prefektur Saitama
Kuah rasa kecap asin dengan doubanjiang.

Daerah Shinetsu (Niigata) dan sekitarnya

  • Tsubamesanjo ramen (kota Tsubame dan kota Sanjo)
Ramen yang diberi irisan bawang bombay di atasnya
  • Niigata ramen (kota Niigata)
Kuah rasa kecap asin yang tidak tajam dengan tambahan minyak ayam supaya kuah tidak cepat menjadi dingin.
  • Nagaoka ramen (kota Nagaoka)
Kuah kental dengan penyedap berupa jahe segar.
  • Toyama "black" (kota Toyama)
Kuah kental rasa kecap asin yang hampir berwarna hitam sehingga sering disebut crack dari Toyama. Kuah rasa asin dan sebagai penyedap diberi lada hitam.

Daerah Tokai

  • Takayama ramen (Takayama)
Sering disebut hida ramen dengan kuah katsuobushi rasa kecap asin. Penduduk setempat menyebutnya sebagai chuka soba.
  • Taiwan ramen (kota Nagoya)
Mi dengan kuah rasa kecap asin dari kaldu ayam. Masakan mi ini pertama kali diperkenalkan oleh sebuah restoran Taiwan. Di atas mi ditambahkan tumis sayuran dengan daging, cabai, dan bawang putih.
  • Betokon ramen (kota Ichinomiya)
Kuah dengan bawang putih yang banyak. Ramen jenis ini diperkirakan tercipta di masa Perang Vietnam, namun betokon juga diperkirakan sebagai singkatan dari vietkong.

Daerah Kinki

  • Ramen kyoto (Kyoto)
Ramen kyoto memiliki tiga jenis kuah: rasa kecap asin yang kental, kuah berminyak-minyak, dan kuah sangat kental yang berminyak. Di atas mi diberi penyedap berupa tauge, chasiu, dan menma.
  • Kobe ramen (Kobe)
Jika orang memesan chasiu ramen di ramen di Kobe, maka penjual akan memberikan ramen dengan berlembar-lembar chasiu di atasnya. Di atas meja sering dihidangkan kimchi sayur kucai dan asinan lobak.
  • Tenri ramen (Tenri)
Kuah rasa kecap asin dengan bumbu doubanjiang dan bawang putih. Di atas mi ditambahkan tumis sawi putih dan kucai.
  • Wakayama ramen (kota Wakayama)
Kuah kental rasa tonkotsu dengan saus kecap asin. Di atas mi ditambahkan kamaboko. Penjual mi banyak menggunakan kecap asin karena kota Wakayama adalah pusat industri kecap asin.
  • Banshu ramen (kota Nishiwaki)
Kuah rasa kecap asin.

Daerah Chugoku dan Shikoku

  • Sanuki ramen (asal kota Mitoyo)
Daerah ini terkenal dengan produksi udon buatan tangan, sehingga penjual ramen juga menggunakan mi buatan sendiri. Kuah dengan rasa tidak tajam merupakan perpaduan antara rasa kuah udon dan kuah ramen.
  • Okayama ramen (asal kota Okayama)
Di kota Okayama terdapat banyak sekali penjual ramen yang menjual ramen yang dibuat dengan resep khas, namun umumnya menggunakan kuah kecap asin.
  • Fukuyama ramen (kota Fukuyama)
Kuah fukuyama ramen hampir sama dengan onomichi ramen tapi dengan rasa tidak terlalu tajam.
  • Onomichi ramen (kota Onomichi)
Kuah hampir bening rasa kecap asin dari kaldu makanan laut atau tulang ayam.
  • Hiroshima ramen (kota Hiroshima)
Kuah kecap asin dengan tambahan tauge diatasnya.
  • Tokushima Ramen (kota Tokushima)
Kuah kecap asin yang sedikit asin-pedas mirip sukiyaki ala Kansai. Penduduk setempat sering makan nasi dengan lauk ramen.
  • Nabeyaki ramen (kota Susaki)
Kuah rasa kecap asin yang dihidangkan dalam panci enamel. Di atas mi ditambahkan daging ayam, daun bawang, chikuwa dan telur mentah. Mi ini dimakan bersama asinan lobak. Ramen sering dimakan penduduk setempat bersama-sama dengan nasi.

Daerah Kyushu

  • Hakata ramen (Fukuoka)
Hakata ramen adalah ramen dengan kuah rasa tonkotsu. Di kota ini dikenal sistem tambah mi di dalam kuah dan mangkuk yang sama. Hal ini disebabkan mi untuk hakata ramen mudah menjadi melar di dalam kuah.
  • Nagahama ramen (Fukuoka)
Pada dasarnya hampir sama dengan hakata ramen, namun dengan rasa kuah yang sedikit kurang tajam.
  • Kurume ramen (kota Kurume)
Kuah rasa tonkotsu dengan penyedap berupa parutan bawang putih, wijen, dan jahe segar.
  • Kumamoto ramen (kota Kumamoto)
Kuah rasa tonkotsu dengan campuran kaldu tulang ayam. Kumamoto ramen sejenis dengan kurume ramen.
  • Miyazaki ramen (kota Miyazaki)
Ramen Kuah rasa tonkotsu dengan bumbu garam dan kecap asin. Mi ini dimakan bersama asinan lobak. Penyedap berupa campuran kecap asin dan bawang putih.
  • Kagoshima ramen (kota Kagoshima)
Kuah mempunyai rasa khas dari campuran kaldu tulang babi, kaldu tulang ayam, dan sayuran. Mi terlihat agak putih. Sebagai penyedap ditambahkan irisan daun bawang dalam jumlah banyak.
 
sumber: wikipedia

Ramen, Mie Khas Jepang

Salah satu jenis Ramen yang populer


Ramen (拉麺;ラーメン) adalah masakan mi kuah Jepang yang berasal dari cina. Orang Jepang juga menyebut ramen sebagai chuka soba (中華そば soba dari Tiongkok) atau shina soba (支那そば) karena soba atau o-soba dalam bahasa Jepang sering juga berarti mi.

Rebusan mi hasil buatan tangan atau buatan mesin diceburkan ke dalam sebuah mangkuk berisi kuah yang dibuat dari berbagai jenis kaldu (umumnya dengan dasar kaldu babi). Pada umumnya chasiu, menma, dan irisan daun bawang ditambahkan di atas mi sebagai lauk atau penyedap.

Mi yang biasanya berwarna kuning dibuat dari terigu dengan kadar gluten tinggi ditambah air dan bahan kimia tambahan seperti potasium karbonat, natrium karbonat dan kadang-kadang asam fosfat. Bahan-bahan kimia yang bersifat alkali mengubah sifat alami gluten dalam tepung terigu dan membuat mi menjadi kenyal sekaligus mengaktifkan senyawa flavonoid yang terkandung dalam tepung terigu sehingga mi berwarna kuning. Perbandingan air dan tepung terigu adalah kira-kira 1 : 35%, semakin banyak air maka semakin lunak pula mi yang dihasilkan.

Pada zaman dulu pembuatan mi di Tiongkok menggunakan air asin dari danau Kan di pedalaman Mongolia yang mengandung garam mineral alami. Di Jepang, bahan kimia tambahan untuk membuat mi sampai sekarang ini masih disebut kansui (鹹水, secara harafiah: air dari Danau Kan). Seusai Perang Dunia II, bahan kimia tambahan untuk mi yang berbahaya untuk kesehatan banyak beredar di pasaran, tapi sekarang bahan kimia tambahan sudah diatur dalam standar JAS. Bahan kimia tambahan untuk mi juga mempunyai bau tidak enak yang sering tidak disukai orang, sehingga di Jepang juga dibuat mi yang menggunakan telur sebagai pengganti bahan kimia.

Di atas ramen umumnya ditambahkan penyedap berupa beraneka ragam lauk seperti: chasiu, menma, telur rebus, sayuran hijau (seperti bayam), irisan daun bawang, nori, atau narutomaki sebagai hiasan. Telur rebus untuk ramen biasanya berwarna coklat karena direbus di dalam kuah bekas rebusan chasiu. Sayuran sekaligus penyedap yang paling umum untuk ramen adalah irisan daun bawang. Sebelum ditambahkan ke dalam ramen, sebagian penjual ramen lebih dulu menggoreng irisan daun bawang di dalam minyak goreng.

sumber: wikipedia

Kansai, Wilayah Jantung Budaya Jepang

 
Istana Himeji di Kansai


Wilayah Kansai (関西地方 Kansai-chihō) atau wilayah Kinki (近畿地方 Kinki-chihō) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut wilayah Jepang di bagian barat Pulau Honshu yang terdiri dari 7 prefektur: Mie, Shiga, Kyoto, Osaka, Hyogo, Nara, dan Wakayama. Tergantung pada siapa yang membuat perbedaan, Fukui, Tokushima dan bahkan Tottori juga disertakan. Sedangkan penggunaan istilah "Kansai" dan "Kinki" telah berubah selama sejarah, dalam konteks yang paling modern menggunakan dua istilah dapat dipertukarkan. Wilayah perkotaan Osaka, Kobe dan Kyoto (wilayah Keihanshin) merupakan populasi terpadat kedua di Jepang setelah Tokyo Raya.

Wilayah Kansai merupakan jantung budaya dan sejarah Jepang dengan 11% dari luas daratannya dan 22.757.897 penduduk per 2010. 19,2% dari seluruh populasi penduduk Jepang ada di daerah Kansai, dan 19,3% PNB Jepang berasal dari daerah Kansai.
Istilah lain untuk menyebut daerah di sekitar ibukota kekaisaran Jepang zaman kuno di Kyoto adalah Kinki-chiho (近畿地方). Daerah Kinki terdiri dari 6 prefektur: Prefektur Shiga, Kyoto, Hyogo, Osaka, Nara, dan Wakayama. Istilah Kinki berasal dari kata "kin" (近, sekitar) dan "ki" (畿, istana kaisar). Dalam buku pelajaran geografi, Prefektur Mie dan Prefektur Fukui juga dimasukkan ke dalam daerah Kinki.
Secara historis, ketika ibu kota Jepang berada di Kyoto, Kinki berarti lima provinsi di sekeliling Kyoto: Yamashiro, Yamato, Kawachi, Izumi, dan Settsu. Sementara itu, istilah Kansai mengacu kepada pos-pos perbatasan yang terdapat di Suzuka (Prefektur Mie), Fuwa (Prefektur Gifu), dan Arachi (Prefektur Fukui).
Istilah Kansai sekarang ini berarti wilayah yang mencakup Prefektur Osaka, Prefektur Kyoto, Prefektur Nara, Prefektur Hyogo, Prefektur Wakayama, dan Prefektur Shiga. Sementara itu, cakupan wilayah Kinki lebih luas, yakni wilayah Kansai ditambah Prefektur Mie dan sebagai dari Prefektur Fukui.

Penduduk Osaka yang tidak menyukai hal-hal kepemerintahan, lebih menyenangi sebutan wilayah Kansai untuk nama wilayah tempat tinggalnya. Sebutan wilayah Kinki tidak disenangi penduduk Osaka karena nama kantor-kantor pemerintahan hampir semuanya memakai kata Kinki. Istilah Kansai berkaitan erat dengan budaya dan gaya hidup, misalnya dikenal istilah dialek Kansai (Kansai-ben) atau rasa ala Kansai (Kansaifu-aji). Nama proyek-proyek besar juga banyak yang memakai istilah Kansai dan bukan Kinki, misalnya: Bandar Udara Internasional Kansai dan Kota Sains Kansai.

Pada umumnya, istilah Kansai lebih populer dibandingkan dengan istilah Kinki-chiho. Istilah Kansai lebih banyak digunakan dalam hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan, sedangkan istilah Kinki-chiho untuk hal yang bersifat ilmiah, seperti penulisan sejarah, kartografi, dan prakiraan cuaca. Istilah orang Kansai (関西人, Kansai-jin) mengacu pada orang yang tinggal di daerah Kansai, tetapi tidak pernah ada sebutan orang Kinki
 
Istilah Kansai (関西), Kinki (近畿), dan Kinai (畿内) memiliki sejarah yang sangat mendalam, sama tuanya dengan sejarah bangsa Jepang. Sebagai bagian dari reformasi Ritsuryō dari abad ke-7 dan ke-8, provinsi Yamato, Yamashiro, Kawachi, Settsu dan Izumi dibentuk menurut sistem Gokishichidō. Kinai dan Kinki, keduanya memiliki arti "lingkungan ibu kota". Dalam penggunaan umum, Kínai sekarang ini merujuk ke wilayah Osaka-Kobe-Kyoto (Keihanshin) yang merupakan pusat wilayah Kansai.

Kansai (arti harfiah pos barat) merujuk pada wilayah di sebelah barat pos penjagaan Osaka (逢坂関), yakni perbatasan antara Provinsi Yamashiro dan Provinsi Ōmi (sekarang Prefektur Kyoto dan Prefektur Shiga).Pada zaman Kamakura, perbatasan ini diatur kembali dengan menyertakan Provinsi Ōmi dan Provinsi Iga. Definisi wilayah Kansai seperti sekarang, baru ditetapkan pada zaman Edo. (lihat Kamigata). Seperti halnya semua nama-nama wilayah (daerah) di Jepang, wilayah Kansai bukanlah sebuah wilayah administrasi, melainkan sebutan untuk wilayah budaya dan sejarah.

sumber: wikipedia

Kushikatsu, Makanan Khas Dari Kansai, Jepang

 
Kushikatsu Yang Dihidangkan di Restoran Jepang


Kushikatsu (串カツ) adalah makanan asal daerah Kansai di Jepang berupa potongan kecil makanan laut, daging dan sayuran yang ditusuk dengan tusukan bambu yang dicelup ke dalam adonan tepung terigu dan dilapisi tepung panir sebelum digoreng di dalam minyak yang banyak. Makanan dinamakan kushikatsu karena merupakan katsu (goreng daging dengan tepung panir) yang ditusuk pada kushi (tusukan bambu).
Di daerah Kanto, kushikatsu dikenal dengan nama Kushiage, berupa potongan daging babi sebesar 3-4 cm, yang ditusuk berselang-seling dengan bawang bombay atau daun bawang dan digoreng setelah dilapis dengan tepung panir.
Kushikatsu konon diciptakan di kawasan Shinsekai, distrik Naniwa-ku, Osaka.

Kushikatsu merupakan bagian dari budaya makan sambil berdiri yang biasanya dinikmati sebagai jajanan teman minum bir di kios atau warung sempit yang tidak menyediakan kursi. Irisan kol juga sering diberikan secara gratis kepada pengunjung kios yang makan kushikatsu.
Setusuk kushikatsu dicelup ke dalam wadah besar berisi saus uster sebelum dimakan. Wadah berisi saus uster dimaksudkan untuk digunakan bersama-sama dengan pengunjung lain, sehingga pengunjung hanya diperbolehkan mencelup setusuk kushikatsu sekali saja. Setusuk kushikatsu dilarang keras untuk dicelup lagi ke dalam wadah saus kalau sudah dimakan sebagian. Pada dinding penjual kushikatsu biasanya ditempelkan peringatan yang berbunyi: "dilarang keras mencelup 2 kali ke dalam saus."

Penjual kushikatsu berusaha meningkatkan citra kushikatsu dari makanan murah menjadi makanan mahal dengan mendirikan restoran khusus kushikatsu. Kushikatsu disajikan ala masakan Eropa dengan menghidangkan kushikatsu setusuk demi setusuk sesuai urutan yang sudah ditentukan. Penjual bahkan ada menggunakan saus tartar dan bukan saus uster untuk makan kushikatsu.


Macam-macam kushikatsu

  • Daging sapi yang dipotong persegi empat
  • Bagian dada ayam
  • Sosis
  • Potongan ikan salmon
  • Potongan ikan yang berdaging putih
  • Potongan ikan kembung
  • Potongan ikan selar
  • Udang
  • Kerang
  • Tiram
  • Potongan Cumi-cumi
  • Chikuwa
  • Hampen
  • Cabai hijau
  • Jamur Shiitake
  • Onion ring
  • Daun bawang
  • Terong
  • Kentang
  • Ubi jalar
  • Paprika
  • Labu parang
  • Brokoli
  • Asparagus hijau
  • Paprika isi daging
  • Asparagus bungkus bacon
  • Gyoza
  • Somai
  • Lumpia
  • Bola daging ayam cincang
  • Telur puyuh
sumber: wikipedia

Friday, March 27, 2015

Mengenal Suku Ainu

Gambar : Orang Suku Ainu

Suku Ainu (アイヌ) IPA: [ʔáinu] (juga disebut Ezo dalam teks-teks sejarah) adalah sebuah kelompok etnis pribumi di Hokkaidō, Kepulauan Kuril, dan sebagian besar Sakhalin. Diduga ada lebih dari 150.000 orang Ainu saat ini; namun jumlahnya yang pasti tidak diketahui karena banyak orang Ainu yang menyembunyikan asal usul mereka karena masalah etnis di Jepang. Seringkali orang Ainu yang masih hidup pun tidak menyadari garis keturunan mereka, karena orang tua dan kakek-nenek mereka merahasiakannya untuk melindungi anak-anak mereka dari masalah sosial.
Etnonim mereka yang paling terkenal berasal dari kata aynu, yang berarti "manusia" (dibedakan dengan kamuy, makhluk ilahi) dalam dialek Hokkaidō dari bahasa Ainu; Emishi, Ezo atau Yezo (蝦夷) adalah istilah-istilah bahasa Jepang, yang diyakini berasal dari bentuk leluhur kata Ainu Sakhalin modern enciw atau enju, yang juga berarti "manusia". Istilah Utari (ウタリ) (artinya "kamerad" dalam bahasa Ainu) kini lebih disukai oleh sejumlah anggota kelompok minoritas ini.
Suku Ainu lama dipaksa oleh pemerintah Jepang untuk berasimiliasi dengan orang Jepang (suku Yamato). Pemerintah mengesahkan undang-undang pada tahun 1899 yang menyatakan bahwa suku Ainu adalah "bekas pribumi" (disebut "bekas" karena suku Ainu dimaksud akan berasimilasi). Pada 6 Juni 2008 parlemen Jepang mengesahkan resolusi yang mengakui bahwa suku Ainu adalah "suku pribumi dengan bahasa, kepercayaan, dan kebudayaan yang berbeda" sekaligus membatalkan undang-undang tahun 1899 tersebut.

Asal-usul

Asal-usul suku Ainu belum sepenuhnya diketahui. Mereka seringkali dianggap Jōmon-jin, penduduk asli Jepang dari periode Jōmon. Penelitian DNA mutakhir mengatakan bahwa mereka adalah keturunan dari suku Jomon kuno di Jepang. "Suku Ainu yang tinggal di tempat ini seratus ribu tahun sebelum Anak-anak Matahari datang" dikisahkan dalam salah satu dari Yukar Upopo (legenda Ainu) mereka.
Budaya Ainu berasal dari sekitar 1200 M dan penelitian mutakhir berpendapat bahwa hal ini berasal dalam penggabungan budaya Okhotsk dan Satsumon. Ekonomi mereka didasarkan pada pertanian maupun berburu, menangkap ikan dan mengumpul.
Laki-laki Ainu umumnya memiliki rambut yang lebat. Banyak peneliti awal menduga bahwa mereka keturunan Kaukasus, meskipun uji DNA mutakhir tidak menemukan garis keturunan Kaukasus. Uji genetik suku Ainu membuktikan bahwa mereka tergolong terutama kepada grup haplo-Y D.
Satu-satunya tempat di luar Jepang di mana grup haplo-Y D lazim ditemukan adalah Tibet dan Kepulauan Andaman di Samudra Hindia. Dalam sebuah studi oleh Tajima et al. (2004), dua dari 16 sampel (atau 12,5%) laki-laki Ainu ditemukan tergolong dalam grup haplo C3, yaitu grup haplo dengan kromosom Y yang paling umum di antara penduduk-penduduk pribumi di Rusia Timur Jauh dan Mongolia; Hammer et al. (2006) menguji empat sampel lagi dari laki-laki Ainu dan menemukan bahwa salah satunya tergolong ke dalam grup haplo C3.
Beberapa penelitia berspekulasi bahwa pembawa grup haplo C3 yang minoritas di antara suku Ainu ini mungkin mencerminkan suatu tingka tertentu dari pengaruh genetik satu arah dari suku Nivkh, yang dengannya suku Ainu telah lama memiliki interaksi budaya. Menurut Tanaka et al. (2004), garis mtDNA mereka umumnya terdiri dari grup haplo Y (21,6%) dan grup haplo M7a (15,7%). Evaluasi kembali belakangan ini tentang ciri-ciri tulang tengkorak mereka menunjukkan bahwa suku Ainu lebih mirip dengan suku Okhotsk daripada dengan suku Jōmon. Hal ini sesuai dengan rujukan kepada budaya Ainu sebagai gabungan dari budaya Okhotsk dan Satsumon yang dirujuk di atas.

Sumber : id.wikipedia.org

Thursday, March 26, 2015

Apa Itu Onsen??

Gambar : Onsen

Onsen (温泉) adalah istilah bahasa Jepang untuk sumber air panas dan tempat mandi berendam dengan air panas yang keluar dari perut bumi. Penginapan yang memiliki tempat pemandian air panas disebut penginapan onsen (onsen yado). Kota wisata yang berkembang di sekeliling sumber air panas disebut kota onsen.
Sumber air panas memiliki dua sumber panas, magma yang berada di dasar gunung berapi, dan panas yang bukan dari gunung berapi. Jenis mineral yang dikandung air menyebabkan perbedaan warna air, bau, dan khasiat mandi dengan air panas tersebut.
Menurut definisi Undang-Undang Onsen Jepang, walaupun suhunya tidak tinggi, istilah onsen juga digunakan untuk air dari mata air dengan kandungan mineral yang berbeda dari air biasa, dan berasal dari sumber air yang mengeluarkan gas. Sumber air panas bisa berupa air tanah yang dipanaskan oleh panas bumi atau dipanaskan manusia dengan sumber panas. Air panas bisa keluar secara alami dari dalam tanah, atau keluar setelah dibor manusia.
Lokasi untuk sumber air panas bisa berada dekat gunung berapi atau jauh dari gunung berapi. Sumber air panas yang berlokasi jauh dari gunung berapi mendapat panas dari gradien geotermal (suhu air semakin tinggi bila sumur digali semakin dalam) atau sumber panas yang tidak diketahui. Onsen yang berada di kawasan rawa gambut seperti Tokachigawa Onsen, Hokkaido disebut moor onsen (moor dalam bahasa Jerman berarti rawa).

Sumber : id.wikipedia.org

Apa Itu Geta??

Gambar : Geta

Geta (下駄) adalah alas kaki tradisional Jepang yang dibuat dari kayu. Pada bagian alas (dai) terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali berlapis kain yang disebut hanao (鼻緒). Dua buah hak yang disebut ha ("gigi") terdapat di bagian bawah alas (sol). Geta dipakai di luar ruangan sewaktu mengenakan yukata atau kimono yang bukan kimono formal. Hak tinggi pada geta memudahkan pemakainya berjalan melewati jalan becek ketika hujan.
Geta dipakai dengan kaki telanjang (sewaktu mengenakan yukata) atau dengan mengenakan kaus kaki yang disebut tabi. Cara memakai geta seperti cara memakai sandal jepit, hanao dijepit di antara ibu jari dan telunjuk kaki. Sewaktu mengenakan yukata, geta dipakai dengan kaki telanjang. Pemandian air panas (onsen) dan penginapan tradisional (ryokan) biasanya menyediakan geta yang bisa dipinjam oleh tamu.
Menurut pendengaran orang Jepang, "karankoron" adalah bunyi geta ketika dipakai berjalan. Dalam mitologi Jepang, Tengu mengenakan geta berhak satu seperti dikenakan biksu yang sedang melatih diri di hutan dan gunung.

Sejarah

Berdasarkan hasil penggalian di situs arkeologi terungkap bahwa geta sudah dipakai orang Jepang sejak zaman Yayoi. Geta diperkirakan dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar kaki tetap bersih dan kering. Dalam esai klasik Makura no Sōshi dari zaman Heian disebut tentang alas kaki yang disebut Kure no ashida (nama lain untuk geta). Dalam lukisan dari akhir zaman Heian hingga zaman Sengoku juga sering digambarkan orang yang sedang memakai geta sewaktu mencuci atau mengambil air.
Pengrajin geta banyak bermunculan sejak pertengahan zaman Edo. Mereka menciptakan berbagai jenis geta yang membuat geta populer sebagai alas kaki rakyat. Orang mulai menyebut semua alas kaki dari kayu seperti bokuri atau ashida sebagai geta. Walaupun pakaian Barat mulai dikenal di Jepang sejak zaman Meiji, rakyat tetap mengenakan kimono dengan alas kaki berupa geta.

Sumber :  id.wikipedia.org

Apa Itu Zori??

Gambar : Zori


Zōri (草履) adalah alas kaki yang dipakai orang Jepang hingga dikenalnya sepatu pada zaman Meiji. Di masa sekarang, orang Jepang hanya memakai zōri sewaktu mengenakan kimono. Berbeda dari geta yang bukan alas kaki untuk kesempatan resmi, zōri dipakai untuk segala kesempatan, termasuk sewaktu mengenakan kimono formal. Cara memakainya seperti memakai sandal jepit.
Alas (sol) berbentuk lonjong seperti keping uang zaman dulu. Berbeda dari geta, bagian alas zōri selalu datar dan tidak mempunyai hak (tumit). Pada zaman dulu, bahan untuk alas adalah lembaran gabus, namun sekarang sudah digantikan dengan lembaran plastik. Bahan pembungkus alas adalah kulit, kain, atau plastik. Pada bagian alas (dai) terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali tebal yang disebut hanao yang menahan sandal agar tidak terlepas sewaktu dipakai berjalan.

Jenis

  • Zōri wanita
Dibandingkan model santai, bagian alas zōri wanita untuk dipakai dalam kesempatan formal dibuat lebih tebal dengan bagian belakang yang ditinggikan (dibuat ekstra tebal). Agar dasar tidak cepat aus, plastik uretan ditempelkan di bagian dasar yang bersentuhan dengan tanah.
  • Setta (雪駄) (zōri laki-laki)
Bentuknya hampir persegi panjang, dengan bagian bawah yang dilapis kulit sapi atau plastik uretan. Hingga saat ini, setta masih banyak penggemarnya.
  • Zōri tatami
Bahan dari serat tanaman Igusa sehingga disebut tatami omote zōri (zōri permukaan tatami). Pada zaman dulu merupakan alas kaki favorit bagi laki-laki. Sekarang sudah langka dan hanya bertahan sebagai alas kaki aktor kabuki.
  • Waraji (草鞋) (warazōri)
Disebut waraji karena dibuat dari anyaman jerami (wara), dan sering dibuat sendiri oleh petani yang memerlukannya alas kaki. Pada zaman dulu, pria atau wanita memakainya sewaktu bekerja atau bepergian jauh. Tali tambahan untuk diikatkan ke pergelangan kaki merupakan ciri khas model yang dibuat untuk berjalan jauh.
 
Sumber : id.wikipedia.org

Mengenal Apa Itu Manzai

Gambar : Pemain Manzai


Manzai (漫才) adalah seni melawak yang berasal dari daerah Kansai, Jepang. Pertunjukan Manzai biasanya dilakukan oleh dua orang yang bercakap-cakap di depan penonton menceritakan cerita yang lucu, janggal, atau tidak masuk akal dengan irama berbicara seperti bersahut-sahutan. Satu orang berperan sebagai si pintar (tsukkomi) yang berfungsi sebagai pengumpan, dan seorang lagi yang berperan sebagai si bodoh (boke) yang terus menyerocos bercerita agar penonton tertawa. Manzai bisa dikatakan mirip dengan stand-up comedy yang dikenal di Amerika Serikat.
Istilah manzai diciptakan pada tahun 1933 oleh bagian iklan promotor seni hiburan Yoshimoto Kogyo di Osaka untuk membedakan kesenian yang dipentaskannya dengan seni bercerita Mandan. Pada waktu itu, seniman Mandan sering dipekerjakan di dalam gedung bioskop untuk menjelaskan isi cerita film bisu yang sedang diputar.
Pelaku Manzai disebut Manzai-shi. Pasangan Manzai disebut Kombi. Pasangan suami-istri yang melakukan Manzai disebut Meoto manzai. Manzai yang berasal dari daerah Kansai sering juga disebut sebagai Kamigata manzai.

Sejarah

Pada zaman Heian terdapat seni pertunjukan yang dilakukan secara berkeliling untuk merayakan tahun baru. Seni tersebut juga disebut manzai (万歳), namun ditulis dengan aksara kanji yang berbeda. Seni "Manzai" pada zaman Heian dilakukan oleh dua orang, seorang menabuh gendang dan seorang lagi menari-nari untuk mengucapkan selamat tahun baru sambil mengunjungi rumah-rumah penduduk. Pada zaman Edo di seluruh pelosok Jepang bermunculan berbagai jenis manzai yang dinamakan sesuai nama tempatnya berasal seperti Mikawa manzai asal Provinsi Mikawa, dan Yamato manzai asal Provinsi Yamato. Pada saat itu, artis Manzai tidak cuma memainkan musik dan menari, tapi juga bercakap-cakap menceritakan cerita lucu yang dimaksudkan untuk memancing tawa pendengar.
Pada zaman Meiji, seni manzai (万才) yang dipertunjukkan di dalam gedung di Osaka masih didasarkan pada "manzai" (万歳) zaman Heian yang memakai musik pengiring. Pasangan Tamagoya Entatsu, Sunagawa Sutemaru dan Nakamura Haruyo sering disebut sebagai pelopor Manzai. Sayangnya pada saat itu, Manzai hanya dianggap sebagai pertunjukan pelengkap karena di gedung pertunjukan lebih sering dipentaskan rakugo yang kebetulan sedang populer.
Pada akhir zaman Taisho, Yokoyama Entatsu (1896-1971) dan Hanabishi Achako (pasangan pelawak Yoshimoto Kogyo) memulai gaya manzai tanpa musik, dan hanya terdiri dari percakapan. Manzai gaya baru ini disebut syabekuri manzai yang ternyata populer dan bisa diterima masyarakat luas. Sekitar tahun 1931, promotor hiburan Yoshimoto Kogyo mulai menyingkat sebutan syabekuri manzai menjadi Manzai (漫才) seperti dikenal sekarang. Selanjutnya, Yoshimoto Kogyo melakukan ekspansi bisnis ke Tokyo. Manzai yang dipelopori pasangan Entatsu-Achako menjadi terkenal, dan bermunculan pula bintang-bintang manzai yang baru. Di zaman modern, manzai berkembang menjadi seni yang tidak hanya dipentaskan di gedung pertunjukan, melainkan juga di televisi dan radio.

Ciri khas

Berbeda dengan seni rakugo yang terikat dengan peraturan, pelawak manzai mempunyai banyak kebebasan. Pelawak boleh berbicara sambil melakukan pose atau gerakan aneh, berjoget-joget, hingga bahkan sampai memukul si bodoh. Manzai biasanya dilakukan tanpa musik, walaupun ada juga pelawak manzai yang berpentas sambil memainkan alat musik atau memakai musik latar. Selain itu, kelompok yang terdiri dari 3 orang (atau lebih) juga memainkan manzai gaya baru yang berbentuk lakon komedi.
Di atas panggung, pelawak manzai harus mengenakan pakaian terbagus yang dimiliki. Pada dasarnya, kostum pelawak manzai adalah busana pesta. Pelawak manzai pria memakai kimono atau setelan jas berikut dasi, sedangkan pelawak manzai wanita memakai kimono atau baju terusan yang berwarna-warni mencolok, lengkap dengan sepatu berhak tinggi.
Sesuai dengan perkembangan zaman, pelawak manzai sebagian berperan sebagai pelawak di televisi (Owarai Talento atau Owarai Geinin). Pakaian yang dikenakan sewaktu tampil di atas panggung adalah pakaian santai yang dikenakan sehari-hari. Pelawak manzai gaya baru sering menggunakan properti panggung, seperti kursi, meja, lemari, dan layar proyeksi.

Si pintar dan si bodoh

Pasangan pelawak manzai disebut kombi. Seorang pelawak berperan sebagai si pintar (tsukkomi) dan seorang lagi yang berperan sebagai si bodoh (boke). Peran si bodoh adalah untuk menyampaikan cerita dengan isi yang memiliki kejanggalan, sehingga aneh atau lucu, dengan tujuan memancing tawa. Pelawak yang berperan sebagai si pintar bertugas menyela cerita si bodoh, dan membetulkan bagian-bagian yang dianggap janggal, sehingga penonton tahu saat harus tertawa.
Pelawak yang menjadi si pintar kadang-kadang menggunakan kata-kata yang menghina untuk memberitahu si bodoh bahwa ceritanya aneh atau janggal. Bukan hanya itu, pelawak berperan sebagai si bodoh tidak jarang menerima tamparan dengan telapak tangan di kepala atau bagian dada. Kadang-kadang pemeran si bodoh juga harus menerima pukulan di bagian kepala dengan menggunakan kertas karton yang dilipat seperti kipas, atau mainan yang mengeluarkan bunyi pukulan yang keras.
Berbeda dengan si bodoh yang terus menerus harus bercerita, si pintar hanya sekali-kali menginterupsi cerita si bodoh. Maksudnya sebagai umpan agar si bodoh menjadi lebih lucu. Kesempatan ini juga dimanfaatkan si bodoh untuk mengambil napas, sehingga tempo cerita yang cepat dapat dipertahankan.

Pasangan manzai terkenal

  • Yumeji Itoshi dan Kimi Koishi
  • Yasushi-Kiyoshi (Yokoyama Yasushi dan Nishikawa Kiyoshi)
  • Two Beat (Beat Takeshi dan Beat Kiyoshi)
  • Unabara Senri-Mari (Kaminuma Emiko dan kakaknya)
  • Hoshi Sento-Luis (Hoshi Sento dan Hoshi Luis)
  • Nakata Kausu-Botan (Nakata Kausu dan Nakata Botan)
  • Downtown (Matsumoto Hitoshi dan Hamada Masatoshi)
Sumber : id.wikipedia.org

Wednesday, March 25, 2015

Mengenal Apa Itu Omisoka

Gambar : Perayaan Omisoka


Ōmisoka (大晦日) adalah hari terakhir dalam setahun di Jepang. Menurut kalender lama Jepang yang berdasarkan kalender lunisolar (kalender Tempō misalnya), ōmisoka jatuh pada tanggal 30 bulan 12, atau tanggal 29 bulan 12. Sesuai kalender Gregorian yang dipakai di Jepang sejak 1873, ōmisoka jatuh pada tanggal 31 Desember.
Nama lain untuk ōmisoka adalah ōtsugomori (大つごもり) yang berasal dari kata tsukigomori (月隠り) yang berarti bersembunyinya bulan.

Etimologi

Pada kalender lama Jepang, hari terakhir setiap bulan disebut misoka (晦日). Di antara misoka dalam setahun, hari terakhir pada bulan 12 atau bulan kabisat 12 disebut ōmisoka (misoka besar). Misoka berasal dari kata miso (三十, tiga puluh), misoka berarti hari ke-30. Berhubung adanya periode bulan panjang dan periode bulan pendek, ada kalanya misoka zaman dulu jatuh pada tanggal 29. Sejak dipakainya kalender Gregorian di Jepang, ōmisoka selalu dirayakan pada tanggal 31 Desember.

Tradisi pergantian tahun

Toshikoshi soba

Malam pergantian tahun merupakan saat makan toshikoshi soba (soba kuah melewatkan tahun) bersama keluarga. Mi soba yang halus dan panjang merupakan simbolisme dari harapan hidup sehat, damai, dan panjang umur. Soba dipercaya sebagai makanan sehat karena dibuat dari tepung gandum kuda yang dikenal sebagai tanaman tahan cuaca buruk. Tanaman gandum kuda kembali tumbuh sehat meskipun telah diterpa hujan dan angin kencang.
Pedagang pada zaman Edo, pada hari terakhir setiap bulannya selalu sibuk hingga larut malam. Mereka biasanya makan soba kuah untuk makan malam. Pengrajin lembaran emas memiliki kebiasaan mengumpulkan serpihan-serpihan emas memakai gumpalan adonan mi soba. Oleh karena itu, makan soba dipercaya dapat mengumpulkan uang. Soba yang mudah putus merupakan simbolisme utang yang mudah dibayar dan beban yang mudah terlepas pada tahun yang baru.

Genta tahun baru

Pemukulan genta sebanyak 108 kali di kuil-kuil Buddha menjelang pergantian tahun disebut joya no kane (除夜の鐘 genta tahun baru). Seratus delapan melambangkan:
  1. Jumlah nafsu. Manusia memiliki enam indra: mata (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (pencicip), kulit (peraba), pikiran (otak) yang masing-masing dapat merasakan senang, menyakitkan, dan netral (3×6= 18). Setiap nafsu dibagi menjadi dua jenis, bersih dan kotor sehingga semuanya menjadi 36. Masing-masing dari 36 nafsu dapat terjadi pada masa lalu, masa depan, atau masa kini, sehingga keseluruhannya ada 108 nafsu.
  2. Satu tahun. Setahun terdiri dari 12 bulan , 24 posisi matahari, dan 72 musim yang semuanya berjumlah 108.
  3. Penderitaan besar (shiku-hakku) yang bila diucapkan berbunyi seperti angka 4, 9 dan 8, 9. Bila dikalikan dan ditambah jumlahnya menjadi 108 (4x9 + 8x9).

Hatsumode

Setelah pergantian tahun, orang Jepang mengunjungi kuil Shinto dan kuil Buddha untuk melakukan hatsumōde. Ada pula tradisi ninenmairi (二年参り kunjungan dua tahun), yakni berkunjung ke kuil pada malam tahun baru, kembali ke rumah, dan selepas pergantian tahun kembali lagi ke kuil.

Ucapan selamat

Ucapan perpisahan menjelang tahun baru adalah "Yoi o-toshi o" (良いお年を Semoga menjadi tahun yang baik untuk Anda) atau Yoi o-toshi o omukae kudasai bila diucapkan secara formal.
Setelah tiba tanggal 1 Januari, ucapan selamat tahun baru secara formal adalah Akemashite omedetō gozaimasu (Selamat Tahun Baru), yang dapat diteruskan dengan kalimat Honnen mo dōzo yoroshiku onegaishimasu (Tahun ini juga saya mengharapkan kebaikan Anda).


Sumber : id.wikipedia.org

Mengenal Kadomatsu (hiasan tahun baru)

Gambar : Kadomatsu
Kadomatsu (門松) adalah hiasan tahun baru di Jepang berupa ranting daun pinus dan potongan bambu yang dipasang di muka pintu masuk rumah atau gedung. Kadomatsu dipajang secara berpasangan, kadomatsu laki-laki di sebelah kiri dan kadomatsu perempuan di sebelah kanan.
Orang Jepang zaman dulu percaya Kami tinggal di atas pohon. Pada tahun baru, arwah leluhur dipercaya kembali ke rumah yang dulu pernah ditinggalinya dalam bentuk Toshigami (dewa tahun), sehingga kedatangannya disambut dengan kadomatsu yang sekaligus dipakai untuk tempat menginap dewa selama tahun baru.

Asal-usul

Di zaman dulu, orang Tiongkok mempunyai tradisi meletakkan ranting daun pinus di depan pintu masuk untuk dewa yang menjaga pintu. Tradisi ini diperkenalkan ke Jepang pada zaman Heian. Daun pohon pinus selalu berwarna hijau di musim dingin sehingga dipercaya sebagai lambang keberuntungan. Hiasan daun pohon pinus kemudian ditambah ikatan jerami dan guntingan kertas, dan berkembang menjadi bentuk kadomatsu seperti sekarang ini di zaman Muromachi.

Bentuk

Hiasan kadomatsu terdiri dari dua jenis berdasarkan cara memotong bambu: Sogi (ujung bambu dipotong diagonal), dan Zundō (ujung bambu dipotong mendatar).
Di muka ketiga batang bambu diletakkan ranting pinus yang berisi daun muda. Setelah itu, bagian muka kadomatsu dihias dengan tanaman kubis hias (Habotan) berwarna merah dan putih. Hiasan kadomatsu juga sering dilengkapi dengan ranting dan daun beberapa tanaman, seperti aprikot jepang, nanten, kumazasa, dan yuzuriha.
Kadomatsu pertama dengan bambu yang ujungnya dipotong diagonal dibuat oleh Tokugawa Ieyasu. Di malam tahun baru, keluarga Matsudaira yang kalah dalam Pertempuran Mikatagahara (1572) menerima puisi bernada mengejek dari Takeda Shingen. Ieyasu begitu marah dan memenggal bambu hiasan kadomatsu hingga tertinggal potongan diagonal pada bambu. Sejak itu bambu kadomatsu di rumah keluarga Matsudaira selalu dipotong diagonal sebagai lambang ambisi memotong leher Shingen. Kebiasaan ini meluas ke seluruh Jepang setelah menjadi tradisi di daerah Kanto di masa Keshogunan Edo.
Di zaman sekarang, kadomatsu bisa dibeli di toko bunga, toko tanaman, dan toko perkakas rumah tangga, harga kadomatsu sering sudah termasuk pengantaran, pemasangan, dan penjemputan. Kadomatsu yang selesai dipajang biasanya dibuang, sehingga dikritik sebagai sebab perusakan alam dan sumber sampah. Poster bergambar kadomatsu belakangan ini sering digunakan sebagai pengganti kadomatsu.

Persiapan

Upacara Matsu-mukae (松迎え menyambut pinus) untuk mengambil dahan pohon pinus dari gunung diselenggarakan sekitar tanggal 10 Desember. Upacara ini dipercaya untuk menyambut dewa tahun yang tinggal di gunung untuk pulang ke rumah masing-masing.
Di zaman dulu, kadomatsu sudah dipajang sejak bulan 12 tanggal 20. Di zaman sekarang, kadomatsu baru dipasang sesudah hari Hari Natal. Menurut kepercayaan, kadomatsu harus dipasang pada hari baik dan tidak boleh dipasang pada hari sial. Tanggal 29 bila dibaca dalam bahasa Jepang berbunyi nijūku yang berarti kesengsaraan berlipat dua (二重苦), sehingga hiasan kadomatsu tidak boleh dipasang tanggal 29 Desember. Kadomatsu juga tidak dipasang sehari sebelum tahun baru pada tanggal 31 Desember, dewa tahun dipercaya bakal marah karena hiasan tahun baru diperlakukan seperti hiasan upacara pemakaman yang cuma dipajang semalam. Kadomatsu biasanya mulai dipajang sekitar tanggal 27, 28, atau 30 Desember.
Masa matsu no uchi adalah sebutan untuk masa hiasan kadomatsu masih boleh dipasang dan lamanya berbeda-beda menurut daerahnya di Jepang. Di sebagian daerah, masa matsu no uchi berakhir tanggal 7 Januari dan kadomatsu sudah harus dibersihkan tanggal 6 Januari sore hari. Di daerah Kansai, kadomatsu boleh dipasang hingga "tahun baru kecil" tanggal 15 Januari.

 Sumber : id.wikipedia.org

Mengenal Fukubukuro (kantong keberuntungan)

 
Gambar : Fukubukuro

Fukubukuro (福袋, kantong keberuntungan) adalah kantong berisi berbagai barang yang dijual toko serba ada atau pusat perbelanjaan di Jepang pada hari pertama toko mulai dibuka setelah libur tahun baru.
Barang yang diisikan ke dalam kantong biasanya berupa pakaian, tas, sepatu, atau makanan yang sedang digemari orang banyak. Total harga barang yang diisikan ke dalam kantong biasanya bernilai tiga kali lipat dari harga fukubukuro.
Pembeli tidak bisa melihat barang yang ada di dalam kantong, tapi biasanya barang-barang yang dimasukkan ke dalam kantong selalu barang yang baru dan bagus. Pihak toko juga biasanya tidak mengumumkan jumlah dan jenis barang dan seringkali barang dimasukkan secara acak ke dalam kantong.
Pembeli sering beruntung bila kebetulan menyukai semua barang yang ada di dalam kantong, tapi sering juga merugi kalau barang tidak sesuai dengan selera. Pembeli sering mengajak anggota keluarga atau teman sewaktu membeli fukubukuro agar bisa saling bertukar barang yang tidak disukai.

Isi kantong

Isi kantong keberuntungan biasanya sudah direncanakan pihak pedagang hingga sejak enam bulan sebelumnya. Di toko serba ada, masing-masing bagian penjualan (pakaian wanita, pakaian pria, sepatu) mempersiapkan fukubukuro dengan isi sesuai jenis barang yang dijual. Fukubukuro di bagian pakaian wanita berisi berbagai macam baju dan seringkali beserta tas, sarung tangan, syal, atau ikat pinggang.
Toko serba ada menggunakan fukubukuro merupakan sarana promosi agar pengunjung datang berbelanja pada obral awal tahun baru yang disebut hatsu-uri (penjualan pertama). Menjelang akhir tahun, toko serba ada menggunakan acara televisi yang banyak ditonton wanita dan ibu rumah tangga untuk memberi kesempatan calon pembeli sedikit mengintip barang yang dimasukkan ke dalam kantong.
Fukubukuro juga dijual dengan harga cukup murah, sehingga fukubukoro yang dijual toko serba ada biasanya cepat sekali habis diserbu pembeli. Penggemar fukubukuro yang dijual toko serba ada yang terkenal biasanya harus antri sejak sebelum toko dibuka atau bahkan sejak dini hari.
Pembeli hanya bisa mengadu keberuntungan dan membayangkan barang-barang yang disukainya ada di dalam kantong. Pihak pembeli kadang-kadang diuntungkan karena bisa mendapatkan barang dengan diskon yang sangat besar. Sebaliknya, pihak toko yang nakal kadang-kadang bisa menggunakan kesempatan ini untuk menjual barang yang susah laku dari gudang.
Isi kantong boleh diketahui pembeli kalau fukubukuro berisi barang-barang mewah seperti pakaian bermerek terkenal, mantel bulu, perhiasan dan barang elektronik. Sering juga pembeli boleh memilih sendiri isi kantong dari sejumlah pilihan barang yang disediakan.
Barang berharga mahal seperti perhiasan biasanya sering tidak dimasukkan ke dalam kantong, melainkan cukup dipajang di etalase. Pihak toko juga ada yang memasukkan barang ke dalam kantong transparan agar isinya bisa dilihat pembeli. Barang-barang besar atau barang yang tidak mungkin dimasukkan ke dalam kantong, seperti mobil, rumah, dan paket wisata tetap dijual sebagai "kantong keberuntungan."
Di toko-toko yang lebih kecil, kantong yang dijual biasanya diisi aneka macam barang yang dibutuhkan pengunjung toko. Fukubukuro yang dijual pasar swalayan misalnya, sering berisi selimut, cangkir, poci, dan teh.

Sejarah

Tradisi menjual barang dalam kantong keberuntungan sudah ada di Jepang sejak akhir zaman Meiji. Matsuya Department Store di Ginza Tokyo mulai menjual fukubukuro pada tahun 1907. Toko serba ada Matsuzakaya mengatakan pihaknya mulai menjual kantong keberuntungan yang disebut Takarabako (多可良函, kotak harta) dengan harga 50 sen pada tahun 1911. Sekarang hampir semua toko serba ada dan pusat perbelanjaan di Jepang menjual fukubukuro sebagai tradisi tahun baru.
Pusat perbelanjaan Ikspiari di Tokyo Disney Resort terkenal dengan penjualan fukubukuro yang dimulai paling awal di seluruh Jepang, tepatnya tanggal 1 Januari setelah detik-detik pergantian tahun.

Sumber : id.wikipedia.org

Mengenal Perayaan Tahun baru (shōgatsu) di Jepang

Gambar : Perayaan shogatsu

Tahun baru (正月 shōgatsu) di Jepang dirayakan tanggal 1 Januari dan berlangsung hingga tanggal 3 Januari. Dalam bahasa Jepang, kata "shōgatsu" dulunya dipakai untuk nama bulan pertama dalam setahun, tapi sekarang hanya digunakan untuk menyebut tiga hari pertama pada awal tahun.
Istilah "shōgatsu" juga digunakan untuk periode matsu no uchi (松の内) atau masa hiasan daun pinus (matsu) boleh dipajang. Di daerah Kanto, Matsu no uchi berlangsung dari tanggal 1 Januari hingga 7 Januari, sedangkan di daerah Kansai berlangsung hingga koshōgatsu (小正月, tahun baru kecil) tanggal 15 Januari.
Tanggal 1 Januari adalah hari libur resmi di Jepang, tapi kantor pemerintah dan perusahaan swasta tutup sejak tanggal 29 Desember hingga 3 Januari. Bank dan lembaga perbankan tutup dari tanggal 31 Desember hingga 3 Januari, kecuali sebagian ATM yang masih melayani transaksi.
Sampai tahun 1970-an, sebagian besar toko dan pedagang eceran di daerah Kanto tutup hingga tanggal 5 Januari atau 7 Januari. Perubahan gaya hidup dan persaingan dari toko yang buka 24 jam membuat kebiasaan libur berlama-lama ditinggalkan. Mulai tahun 1990-an, hampir semua mal dan pertokoan hanya tutup tanggal 1 Januari dan mulai buka keesokan harinya tanggal 2 Januari, tapi biasanya dengan jam buka yang diperpendek. Hari pertama penjualan barang (hatsu-uri) di pusat pertokoan dimeriahkan dengan penjualan fukubukuro (kantong keberuntungan). Penjualan barang di semua mal dan pertokoan sudah normal kembali sekitar tanggal 4 Januari.

Tradisi

Di zaman dulu, kalender Jepang didasarkan pada kalender Tionghoa, sehingga orang Jepang merayakan tahun baru pada awal musim semi, bersamaan dengan Tahun baru Imlek, Tahun baru Korea, dan Tahun baru Vietnam. Pada tahun 1873, pemerintah Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sehingga tahun baru ikut dirayakan tanggal 1 Januari.
Di Jepang, penghormatan terhadap arwah leluhur dilakukan sebanyak dua kali, di musim panas sewaktu merayakan obon dan pada awal tahun baru. Sewaktu merayakan tahun baru, arwah leluhur dipercaya datang sebagai Toshigami (年神, dewa tahun) yang memberi berkah dan kelimpahan sepanjang tahun.
Tahun baru pernah digunakan untuk merayakan bertambahnya usia. Tradisi ini dilakukan semasa orang Jepang masih mengikuti cara perhitungan usia yang disebut kazoedoshi. Bayi dianggap sudah berumur 1 tahun sewaktu dilahirkan dan usia bertambah setahun pada tanggal 1 Januari. Pada tahun 1902, perhitungan cara kazoedoshi digantikan sistem umur bertambah sewaktu berulang tahun (man-nenrei) yang lazim digunakan di seluruh dunia.

Sumber : id.wikipedia.org

Mengenal Tari Akiu no Taue Odori

 
Gambar : Salah satu Tari Akiu notaue odori


Akiu no Taue Odori (秋保の田植踊, Tari Tanam Padi di Akiu) adalah tari yang menirukan gerakan orang sewaktu menanam padi di kota Akiu, Taihaku-ku, Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang. Di Prefektur Miyagi, Prefektur Iwate, Prefektur Yamagata, dan Prefektur Fukushima, Taue Odori (arti harfiah: Tari Tanam Padi) adalah kesenian rakyat yang dibawakan pada perayaan awal tahun (koshōgatsu) untuk mendoakan panen melimpah pada musim tanam tahun itu. Istilah Akiu no Taue Odori dipakai untuk menyebut Taue Odori yang dibawakan di Akiu oleh tiga kelompok pelestarian Taue Odori yang masing-masing dimiliki penduduk di Yumoto, Nagabukuro, dan Baba. Pergelaran tari diadakan setahun sekali di kuil Buddha dan Shinto, antara dasarian kedua bulan April hingga awal bulan Mei di Nagabukuro Jinmeisha, Baba Otaki Fudō-dō, dan Yumoto Yakushi-dō.
Pemerintah Jepang pada tahun 1976 menetapkan tiga kelompok Akiu no Taue Odori sebagai Warisan Penting Budaya Takbenda Rakyat. Pada tahun 2009, UNESCO memasukkan tari ini ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia.
 
SEJARAH
Tari yang dibawakan di Nagabukuro Jinmeisha berawal dari tari kipas sebagai lambang kegembiraan untuk menghibur diri sendiri yang ditarikan oleh pelarian klan Taira yang selamat dari perang. Semasa zaman Bunka (1804-1817) di puncak kemakmuran Akiu, tari ini dibawakan untuk merayakan kenaikan pangkat sebuah klan/keluarga dalam pemerintahan Domain Sendai. Pada waktu itu, tari ini juga dibawakan sebagai persembahan untuk arwah leluhur sewaktu berziarah ke kuil Buddha.
Tari menanam padi di Yumoto konon awalnya dipersembahkan sebagai permintaan berlimpahnya panen padi-padian kepada Bhaisajyaguru yang dipuja sebagai Buddha penyembuh di onsen. Tarian Taue di Yumoto mendapat pengaruh dari geisha yang didatangkan dari Kyoto untuk meramaikan penginapan onsen dan yamabushi yang mendatangi dojo Shugendō yang didirikan oleh Jikaku Daishi. Geisha dan yamabushi konon memperbaiki tarian ini hingga mencapai bentuknya yang sekarang. Pada masa pemerintahan Domain Sendai, Akiu Onsen merupakan tempat pemandian air panas bagi klan Date. Sebelumnya Taue Odori selalu dibawakan di halaman (ruang terbuka). Akibat keinginan pejabat klan Date yang ingin melihatnya di onsen, maka dikembangkan pula tari Ozashiki Taue yang dibawakan di zashiki (ruangan berlantai tatami).
Tari menanam padi yang dibawakan di Baba disebut Haru Taue (menandur di musim semi). Haru Taue terutama dipertunjukkan sebagai hiburan keliling dari rumah ke rumah sebagai persiapan menyambut koshogatsu (arti harfiah: tahun baru kecil, hari ke-15 bulan pertama tahun baru kalender lunisolar) sekaligus lambang kegembiraan menyambut datangnya masa bertanam padi. Seusai Perang Dunia II, tradisi menarikan Tari Taue dari pintu ke pintu akhirnya dihentikan akibat cuaca yang sangat dingin sekitar koshogatsu. Tari Taue kemudian hanya dibawakan sewaktu ada matsuri di kuil Buddha dan Shinto milik desa. Kini hanya tersisa tiga kelompok Akiu no Taue Odori yang berada di Nagabukuro (Akiu), Baba, dan Yumoto.

Kostum

Tari menanam padi ini dibawakan kurang lebih 10 penari yang berperan sebagai saotome (早乙女) atau gadis muda penanam padi. Musik yang disebut hayashi dimainkan dengan alat musik suling dan taiko.
Penari perempuan memakai kimono furisode dan topi berhiaskan bunga (hanagasa). Gerakan tari penari perempuan meniru gerakan petani sedang menandur di sawah. Mereka dibantu oleh dua remaja laki-laki pembunyi giring-giring (suzufuri), disertai dua remaja laki-laki yang disebut yanjūrō (弥十郎) (seorang di antaranya berperan sebagai dōke (道化, badut) dan seorang lagi sebagai kōjō (口上, fasilitator pertunjukan).
Di Yumoto, penari wanita mengenakan furisode berwarna biru terang, sarung tangan panjang (tekō), dan hanagasa (tutup kepala) berhiaskan bunga-bunga peony. Alat-alat menari yang dibawa penari bergantung kepada judul tari, misalnya: kipas lipat, giring-giring, atau benda-benda pembuat bunyi. Pemeran yanjūrō mengenakan momohiki (celana panjang ketat) berwarna biru terang, ikat kepala yang dilengkapi giring-giring, dan keshō-mawashi yang dibordir dengan gambar-gambar kelinci dan ombak, serta diikat dengan tali pinggang berwarna merah.



Sumber : id.wikipedia.org





Mengenal Kabuki: Perkembangan Kabuki Era Meiji


Foto Kuno Pementasan Kabuki di Jepang

Kepopuleran kabuki tetap tidak tergoyahkan sejak zaman Meiji, tapi sering menerima kritik. Di antaranya kalangan intelektual menganggap isi cerita kabuki tidak sesuai untuk dipertunjukkan di negara orang beradab. Kalangan di dalam dan luar lingkungan kabuki juga menuntut pembaruan di dalam kabuki, sehingga mau tidak mau dunia showbiz kabuki harus diubah sesuai tuntutan zaman. Kritik terhadap kabuki mengatakan banyak unsur dalam kabuki yang sebenarnya tidak pantas dimasukkan ke dalam drama kabuki, misalnya: alur cerita yang tidak masuk akal, tema cerita yang kuno atau berbau feodal, dan trik panggung yang sekadar untuk membuat penonton takjub, seperti adegan aktor bisa "terbang" atau berganti kostum dalam sekejap.

Akibat kritik yang diterima, dunia showbiz kabuki sejak zaman Meiji berusaha mengadakan gerakan pembaruan dalam berbagai aspek teater kabuki. Gerakan pembaruan yang disebut Engeki Kairyō Undō juga melibatkan pemerintah Meiji yang memang bermaksud mengontrol pertunjukan kabuki. Pemerintah Meiji bercita-cita menciptakan pertunjukan teater yang pantas dan bisa dinikmati kalangan menengah dan kalangan atas suatu "masyarakat yang bermoral". Salah satu hasil gerakan pembaruan kabuki adalah dibukanya gedung Kabuki-za sebagai tempat pementasan kabuki. Selain itu, pembaruan juga melahirkan genre baru teater kabuki yang disebut Shimpa.

Karya kabuki yang diciptakan di tengah gerakan pembaruan disebut Shin-kabuki, dengan karya-karya baru banyak bermunculan hingga di awal zaman Showa. Penggemar kabuki biasanya tidak menyukai sebagian besar karya kabuki yang mendapat pengaruh gerakan pembaruan dan dipentaskan sebagai Shin-kabuki. Penggemar Shin-kabuki cuma penulis terkenal seperti Tsubouchi Shoyo, Osanai Kaoru, dan Okamoto Kido yang begita suka hingga menulis naskah baru untuk kabuki. Sampai sekarang, karya-karya yang tergolong ke dalam Shin-kabuki yang tidak disukai penggemar hampir tidak pernah dipentaskan.

Setelah Perang Dunia II, orang Jepang akhirnya mulai menyadari pentingnya bentuk kesenian kabuki yang asli. Pada tahun 1965, pemerintah Jepang menunjuk kabuki sebagai warisan agung budaya nonbendawi dan pemerintah membangun Teater Nasional Jepang di Tokyo yang di antaranya digunakan untuk pentas kabuki.

Selain itu, Ichikawa Ennosuke III berusaha menghidupkan kembali naskah-naskah kabuki lama yang sudah jarang dipentaskan. Naskah kabuki yang jarang dipentaskan dan dihidupkan kembali oleh Ichikawa Ennosuke III dikenal sebagai Fukkatsu-kyōgen (kyogen yang dihidupkan kembali). Kabuki yang dipentaskan Ichikawa Ennosuke III disebut Supa-kabuki (kabuki super), karena Ennosuke mencoba teknik pementasan lebih berani dengan menghidupkan kembali trik panggung (kérén) yang dulunya pernah dianggap selera rendah oleh banyak orang. Belakangan ini, pertunjukan kabuki juga sering menampilkan dramawan dan sutradara teater di luar lingkungan kabuki sebagai sutradara tamu.

Pementasan kabuki pada zaman sekarang sudah sangat berbeda dengan pementasan kabuki pada zaman Edo. Kelompok kabuki berusaha memodernisasi pertunjukan sekaligus memelihara tradisi pementasan. Kabuki sekarang sudah dianggap sebagai seni pertunjukan tradisional yang sesuai dengan kemajuan zaman.

sumber: wikipedia

Mengenal Kabuki: Kabuki Kyogen, Drama Kabuki


Para Pemeran Kabuki

Secara garis besar ada 2 jenis pertunjukan Kabuki-kyogen dari semua karya yang dihasilkan pada zaman Edo dan sekarang masih dipentaskan. Kelompok pertama Kabuki-kyogen disebut Maruhon mono yang mengadaptasi sebagian besar cerita dari cerita Ningyo Jōruri (Bunraku). Kelompok kedua disebut Kabuki kreasi baru. Kabuki Maruhon mono juga dikenal sebagai Gidayu-kyōgen, tapi Gidayu-kyōgen tidak selalu sama dengan Maruhon mono. Pada Gidayu-kyōgen, aktor kabuki membawakan dialog sementara dari atas mawaributai (panggung yang bisa berputar, dari arah penonton terletak di sisi kanan panggung) penyanyi yang disebut Tayu bernyanyi sambil diiringi pemain shamisen yang memainkan musik Gidayu-bushi. Pada Ningyo Jōruri yang semua penjelasan cerita dan dialog dinyanyikan oleh Tayu. Pada kabuki kreasi baru, musik pengiring dimainkan dari Geza (tempat atau ruang untuk pemusik yang dari arah penonton terletak di sisi kiri panggung).

Cerita kabuki yang berasal dari didramatisasi kisah sejarah disebut Jidaimono. Cerita kabuki dengan kisah berlatar belakang kehidupan masyarakat disebut Sewamono. Selain itu, penulis cerita kabuki juga senang menggunakan istilah sekai (dunia) sebagai kerangka dasar cerita, misalnya karya kabuki berjudul Taiheiki no sekai (太平記の世界 Dunia Taiheiki), Heike monogatari no sekai (平家物語の世界 Dunia Kisah klan Heike), Sogamono no sekai (曾我物の世界 Dunia Sogamono), atau Sumidagawamono no sekai (隅田川物の世界 Dunia Sumidagawamono). Penonton biasanya sudah tahu jalan cerita dan akrab dengan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita. Penonton hanya ingin menikmati jalan cerita seperti yang dikisahkan penulis cerita kabuki.

Di zaman Edo, pementasan Kabuki-kyogen perlu mendapat izin dari instansi yang berwenang. Keshogunan Edo biasanya mengizinkan sebagian besar pementasan yang diadakan sejak matahari terbit hingga sebelum matahari terbenam asalkan materi pementasan tidak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Pementasan yang dilakukan malam hari sesudah matahari terbenam tidak diizinkan. Alasannya pertunjukan kabuki banyak diminati orang dan pemerintah kuatir kerumunan orang dapat melakukan kegiatan melawan pemerintah. Pertunjukan kabuki pada masa itu memerlukan waktu istirahat yang lama, antara lain untuk mengganti set panggung. Bagi penonton yang datang menyaksikan kabuki, menonton kabuki perlu sehari penuh dan merupakan satu-satunya kegiatan yang bisa dilakukan pada hari itu.

Sebagian penonton menyukai Jidaimono sedangkan sebagian lagi menyukai Sewamono, sehingga kabuki dalam pementasannya dituntut untuk bisa memuaskan selera semua kalangan penonton. Dalam usaha memuaskan selera penonton, pada pementasan kabuki sering dipertunjukkan dua cerita sekaligus, Jidaimono dan Sewamono yang dipisahkan dengan waktu istirahat. Pementasan dengan jalan cerita yang campur aduk juga tidak sedikit asalkan penonton senang. Ada juga pementasan yang bagaikan bunga rampai dari berbagai cerita dan hanya mengambil bagian-bagian cerita yang disukai penonton saja. Pertunjukan seperti ini disebut Midori-kyōgen (konon berasal dari kata Yoridori midori yang dalam bahasa Jepang berarti serbaneka atau aneka ragam). Sebaliknya kyogen yang mementaskan keseluruhan cerita secara lengkap disebut Tōshi-kyōgen.

sumber: wikipedia

Mengenal Kabuki: Sejarah Kabuki


Foto kuno seorang aktor Kabuki

Sejarah kabuki dimulai tahun 1603 dengan pertunjukan dramatari yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang miko asal kuil Izumo Taisha, tapi mungkin juga seorang kawaramono (sebutan menghina buat orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang aneh ("kabukimono"), sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan (avant garde). Panggung yang dipakai waktu itu adalah panggung Noh. Hanamichi (honhanamichi yang ada di sisi kiri penonton dan karihanamichi yang ada di sisi kanan penonton) di gedung teater Kabuki-za kemungkinan merupakan perkembangan dari Hashigakari (jalan keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung sisi kiri penonton).

Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga bermunculan banyak sekali kelompok pertunjukan kabuki imitasi. Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki). Keshogunan Tokugawa menilai pertunjukan kabuki yang dilakukan kelompok wanita penghibur sudah melanggar batas moral, sehingga pada tahun 1629 kabuki wanita penghibur dilarang dipentaskan. Pertunjukan kabuki laki-laki daun muda juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk pelacuran terselubung. Pertunjukan Yarō kabuki (野郎歌舞伎 kabuki pria) yang dibawakan seluruhnya oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya Onna-kabuki dan Wakashu-kabuki. Aktor kabuki yang seluruhnya terdiri dari pria dewasa yang juga memainkan peran sebagai wanita melahirkan "konsep baru" dalam dunia estetika. Kesenian Yarō kabuki terus berkembang pada zaman Edo dan berlanjut hingga sekarang.

Dalam perkembangannya, kabuki digolongkan menjadi Kabuki-odori (kabuki tarian) dan Kabuki-geki (kabuki sandiwara). Kabuki-odori dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran Wakashu-kabuki, remaja laki-laki menari diiringi lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.
Kabuki-geki merupakan pertunjukan sandiwara yang ditujukan untuk penduduk kota pada zaman Edo dan berintikan sandiwara dan tari. Peraturan yang dikeluarkan Keshogunan Edo mewajibkan kelompok kabuki untuk "habis-habisan meniru kyōgen" merupakan salah satu sebab kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasannya kabuki yang menampilkan tari sebagai atraksi utama merupakan pelacuran terselubung dan pemerintah harus menjaga moral rakyat. Tema pertunjukan kabuki-geki bisa berupa tokoh sejarah, cerita kehidupan sehari-hari atau kisah peristiwa kejahatan, sehingga kabuki jenis ini juga dikenal sebagai Kabuki kyogen. Kelompok kabuki melakukan apa saja demi memuaskan minat rakyat yang haus hiburan. Kepopuleran kabuki menyebabkan kelompok kabuki bisa memiliki gedung teater khusus kabuki seperti Kabuki-za. Pertunjukan kabuki di gedung khusus memungkinkan pementasan berbagai cerita yang dulunya tidak mungkin dipentaskan.
Di gedung kabuki, cerita yang memerlukan penjelasan tentang berjalannya waktu ditandai dengan pergeseran layar sewaktu terjadi pergantian adegan. Selain itu, di gedung kabuki bisa dibangun bagian panggung bernama hanamichi yang berada melewati di sisi kiri deretan kursi penonton.

Hanamichi dilewati aktor kabuki sewaktu muncul dan keluar dari panggung, sehingga dapat menampilan dimensi kedalaman. Kabuki juga berkembang sebagai pertunjukan tiga dimensi dengan berbagai teknik, seperti teknik Séri (bagian panggung yang bisa naik-turun yang memungkinkan aktor muncul perlahan-lahan dari bawah panggung), dan Chūzuri (teknik menggantung aktor dari langit-langit atas panggung untuk menambah dimensi pergerakan ke atas dan ke bawah seperti adegan hantu terbang).

Sampai pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyogen kreasi baru banyak diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-kyogen banyak mengambil unsur cerita Ningyo Jōruri yang khas daerah Kamigata. Penulis kabuki asal Edo tidak cuma diam melihat perkembangan pesat kabuki di Kamigata. Tsuruya Namboku banyak menghasilkan banyak karya kreasi baru sekitar zaman zaman Bunka hingga zaman Bunsei. Penulis sandiwara kabuki Kawatake Mokuami juga baru menghasilkan karya-karya barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji. Sebagai hasilnya, Edo makin berperan sebagai kota budaya dibandingkan Kamigata mulai paruh kedua zaman Edo. Di zaman Edo, Kabuki-kyogen juga disebut sebagai sandiwara (shibai).

sumber: wikipedia

Mengenal Kabuki: Pengertian Kabuki Secara Etimologi


Adegan dalam pementasan Kabuki

Banyak pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini, salah satunya adalah kabusu yang ditulis dengan karakter kanji 歌舞 dengan ditambahkan akhiran す sehingga menjadi kata kerja 歌舞す yang berarti bernyanyi dan menari. Selanjutnya disempurnakan menjadi, kabuki (歌舞伎) yang ditulis dengan tiga karakter kanji, yaitu uta 歌(うた) (lagu), mai 舞(まい) (tarian), dan ki 伎(き) (tehnik).
Selain yang telah dijelaskan diatas, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kata kabuki ini berasal dari kata kabuki かぶき, kabuku かぶく, kabukan かぶかん, atau kabuke かぶけ yang ditulis dengan karakter kanji katamuku (傾). Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku ini secara harfiah berarti cenderung, condong, miring atau tidak sama dengan pemikiran umum (Kira-kira sama dengan kata iyou yang ditulis dengan kanji 異様, yang berarti aneh, asing, atau tidak sama dengan keadaan masyarakat disekitarnya pada waktu itu). Kata ini digunakan untuk menyebutkan orang-orang yang cenderung atau condong ke arah duniawi, dan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah laku aneh.

Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari kata katamuku ini dikarenakan pada saat kabuki pertama kali diperkenalkan oleh Okuni, seorang Miko 巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo, Okuni memakai kostum laki-laki dengan membawa pedang dan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada zaman tersebut, seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan digantungkan dileher. Ceritanya pun berkisar tentang seorang laki-laki yang pergi bermain-main ke kedai teh untuk minum-minum bersama para wanita penghibur. Hal ini kemudian diasosiasikan dengan kumpulan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah-laku aneh serta tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal dengan nama kabukimono カブキモノ.

Setelah melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki ditulis dengan tiga karakter kanji yaitu uta 歌 (lagu), mai 舞 (tarian), dan ki 妓(seniman wanita) yang kemudian karakter kanji ki 妓 diubah menjadi ki 伎, sehingga kabuki ditulis menjadi 歌舞伎(かぶき) yang sekarang ini. Penamaan kabuki dengan menggunakan tiga karakter kanji di atas, dikarenakan tiga karakter di atas dianggap sesuai dengan unsur-unsur yang ada di dalam pertunjukan teater kabuki itu tersebut. Adapun pada awalnya karakter ki, ditulis dengan 妓dikarenakan kabuki pada awalnya lahir dari seorang seniman wanita yang bernama okuni 阿国(おくに) dari kuil Izumo.

sumber: wikipedia

Mengenal Kabuki, Seni Teater Tradisional Jepang

 
Pementasan Kabuki di Jepang


Kabuki (歌舞伎) adalah seni teater tradisional khas Jepang. Aktor kabuki terkenal dengan kostum mewah dan tata rias wajah yang mencolok.

Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan kabuki sebagai warisan agung budaya nonbendawi. UNESCO juga telah menetapkan kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia.

Bagi orang Jepang, Kabuki mungkin memiliki arti seperti teater Shakespeare bagi orang Inggris atau opera tradisional bagi orang Italia.
Kabuki merupakan teater tradisional Jepang, menggabungkan unsur tari, pantomim, musik, dan drama.

Pelaku sering memakai kostum dan make-up berlebihan untuk menegaskan karakter mereka. Riasan antara lain menggunakan tepung beras untuk menciptakan efek porselen pada kulit.
Sekitar tahun 1603, seorang gadis kuil muda bernama Okuni mulai mementaskan tarian di luar Kyoto, ibukota kuno Jepang.
Pertunjukan ini menjadi begitu terkenal sehingga sejumlah penari dan musisi lain membentuk grup kabuki mereka sendiri.
Namun, karena para pementasan terutama diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah, teater kabuki tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat kelas atas.
Lebih parah, beberapa pemain kabuki perempuan menjadi populer untuk lagu mesum dan tarian provokatif mereka.

Prostitusi juga menjadi praktik umum mengikuti pementasan kubuki. Akibatnya, pemerintah akhirnya melarang perempuan terlibat dalam pementasan kabuki.
Sama seperti pementasan teater Shakespeare, tokoh perempuan dalam kabuki diperankan oleh aktor laki-laki yang disebut onnagata.
Seiring dengan waktu, pertunjukan teater kabuki semakin berkualitas. Penekanan bergeser dari tema tarian asli menjadi drama dan komedi berdasarkan tema kontemporer seperti pengkhianatan atau intrik politik.
Aktor kabuki umumnya juga mempelajari gerakan dan dialog dari teater boneka populer yang disebut bunraku.
Seiring apresiasi dari pemerintah dan kalangan kelas atas yang semakin meningkat, tetater kabuki menjadi semakin populer di Jepang.
Selama Perang Dunia II, komunitas teater kabuki menderita kerugian yang luar biasa.
Butuh waktu beberapa dekade untuk memulihkan dan melatih jumlah aktor yang memadai untuk menggantikan mereka yang menjadi korban perang.
Saat ini, teater kabuki masih cukup populer di kalangan masyarakat Jepang. Kabuki antara lain dimainkan untuk kepentingan pariwisata sebagai bukti pencapaian budaya tradisional Jepang.

sumber: amazine.co