Lady Murasaki di teras Kuil Ishiyama yang terletak di selatan danau Biwa |
Kehidupan wanita bangsawan zaman Heian dibatasi peraturan-peraturan ketat dan dikucilkan. Mereka hanya dibolehkan untuk berbicara dengan pria hanya kalau pria itu kerabat dekat atau masih anggota keluarga. Puisi otobiografi yang ditulis Murasaki menunjukkan bahwa dirinya bergaul dengan wanita, namun hanya dapat melakukan kontak terbatas dengan laki-laki lain selain ayah dan adik laki-lakinya. Dia sering tukar menukar puisi dengan wanita, tetapi tidak pernah dengan pria. Tidak seperti wanita bangsawan yang sederajat dengannya, Murasaki tidak langsung menikah setelah dia mencapai usia pubertas. Dia tetap tinggal di rumah ayahnya hingga dia berusia 25 tahunan atau mungkin hingga di awal usia 30 tahunan.
Pada tahun 996 ketika ayahnya ditugaskan ke Provinsi Echizen selama empat tahun, Murasaki ikut pergi bersama ayahnya. Kepergiannya ke tempat jauh bersama ayahnya bukanlah sesuatu yang umum untuk wanita bangsawan zaman itu, apalagi kemungkinan bisa sampai lima hari di perjalanan.Dia kembali ke Kyoto, mungkin pada tahun 998 untuk menikah dengan teman ayahnya yang bernama Fujiwara no Nobutaka (950?-1001?), sepupu kedua yang berusia jauh lebih tua. Suaminya berasal dari percabangan keluarga klan Fujiwara yang sama. Pekerjaannya sebagai pejabat istana dan birokrat di Biro Protokoler, serta dikenal suka berpakaian mewah sekaligus seorang penari berbakat. Ketika mereka menikah, suaminya sudah berusia hampir 50 tahunan dan sudah memiliki banyak rumah yang dihuni banyak istri dan anak-anak mereka. Suaminya dikenal suka berteman dan terkenal di istana, serta terlibat dalam sejumlah hubungan cinta yang kemungkinan terus berlanjut setelah menikah dengan Murasaki. Sebagaimana adat zaman itu, Murasaki tetap tinggal di rumah ayahnya, dan hanya menunggu suaminya datang berkunjung. Nobutaka, sang suami, telah menerima hak kekuasaan lebih dari satu provinsi, dan pada saat pernikahannya dengan Murasaki, dia mungkin cukup kaya. Catatan tentang kisah perkawinan mereka bervariasi. Richard Bowring menulis bahwa pernikahan mereka bahagia. Sebaliknya, sastrawan Jepang Haruo Shirane berpendapat bahwa dari puisi-puisi yang ditulis Murasaki tercermin rasa kebencian terhadap suaminya.
Murasaki bersama suami memiliki seorang anak perempuan bernama Kenshi (Kataiko) yang lahir tahun 999. Dua tahun kemudian suaminya, Nobutaka meninggal dunia akibat epidemi kolera. Sebagai wanita menikah, Murasaki kemungkinan memiliki banyak pelayan untuk mengurus rumah tangga dan merawat anak perempuannya, sehingga dia memiliki cukup waktu luang. Dia senang membaca, termasuk buku-buku roman (monogatari) seperti Putri Kaguya dan Hikayat Ise. Ahli sastra berpendapat bahwa dia diperkirakan mulai menulis Hikayat Genji sebelum ditinggal mati suaminya. Ia juga diketahui masih menulis menjanda, kemungkinan dalam keadaan duka. Dalam buku hariannya, dia menggambarkan perasaan setelah suaminya meninggal, "Saya merasa tertekan dan bingung. Selama beberapa tahun saya menjalani dari hari ke hari dalam keadaan lesu ... melakukan tidak lebih dari mencatat perjalanan waktu .... Perasaan kesepian yang berkelanjutan sangat tidak tertahankan ".
Menurut legenda, Murasaki pensiun dan menyepi ke Ishiyama-dera di Danau Biwa, tempatnya mendapat inspirasi untuk menulis Hikayat Genji pada suatu malam bulan Agustus ketika memandangi Bulan. Meskipun para ahli sastra telah menolak spekulasi Murasaki menyepi untuk menulis, seniman-seniman Jepang sering menggambarkan Murasaki Shikibu sedang berada di Kuil Ishiyama, menatap bulan untuk mencari inspirasi.Hikayat Genji kemungkinan ditulisnya sebagai tugas dari istana, dan dia sebelumnya mungkin kenal dengan para pejabat istana dalam pengasingan seperti yang dialami tokoh utama Hikaru Genji. Bab-bab baru Hikayat Genji kemungkinan diteruskan Murasaki ke teman-temannya yang kemudian menyalin dan menyebarkannya lagi kepada orang lain. Melalui praktek seperti ini, cerita Hikayat Genji menjadi terkenal dan dia meraih reputasi sebagai seorang penulis.
Ketika Murasaki berusia 30 tahunan hingga 35 tahunan, dia bekerja sebagai dayang (nyōbō) di istana. Pekerjaan ini mungkin diperolehnya setelah memiliki reputasi sebagai penulis. Dalam buku, Japanese Women Writers, a Biocritical Sourcebook Chieko Mulhern mempertanyakan keputusan Murasaki bekerja di istana ketika usianya sudah relatif lanjut. Dari isi buku hariannya terbukti bahwa setelah suaminya meninggal, Murasaki saling tukar menukar puisi dengan Michinaga. Fakta tersebut menimbulkan spekulasi bahwa keduanya mungkin berkasih-kasihan. Bowring tidak menemukan bukti bahwa dia dibawa ke istana sebagai selir Michinaga, meskipun dia dibawa ke istana tanpa melalui jalur resmi. Mulhern berpendapat Michinaga ingin Murasaki tinggal di istana agar dapat disuruh mendidik putri Michinaga yang bernama Shōshi.
sumber: id.wikipedia.org
No comments:
Post a Comment